Selasa, 17 November 2009

HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

PENDAHULUAN

Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tidakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati.

Negara hukum adalah suatu negara yang di dalam wilayahnya terdapat alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hokum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum merupakan himpunan peraturan yang mengatur. Tatanan kehidupan, baik berbangsa maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif. Produk hokum tersebut dikeluarkan secara demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.

Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan hati nurani rakyat.

Dalam melaksanakan pembangunan hukum, satu hal penting yang harus diperhatikan adalah, bahwa hukum harus dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem yang di dalamnya terdapat elemen kelembagaan, elemen materi hukum, dan elemen budaya hukum. Hukum Nasional adalah kesatuan hukum yang dibangun untuk mencapai tujuan Negara yang bersumber dari falsafah dan konstitusi negara, di dalam kedua hal itulah terkandung tujuan, dasar, dan cita hukum negara Indonesia. Semua diskursus tentang hokum nasional yang hendak dibangun,haruslah merujuk kepada keduanya, dengan demikian upaya reformasi hukum, akan sangat tergantung kepada reformasi konstitusi. Bila konstitusi yang dibangun masih memberi peluang bagi lahirnya sebuah otoritarianisme, maka tidaklah akan lahir sebuah hukum nasional yang demokratis. Reformasi konstitusi yang telah berlangsung, melalui beberapa kali amandemen UUD 1945, membawa perubahan yang sangat besar, terhadap hukum nasional. Perubahan tersebut, telah mengarahkan kepada cita-cita negara hukum, sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokrasi konstitusional. Amandemen tersebut, juga telah menegaskan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum.1 Hal tersebut bermakna pula, pertama, pengakuan prinsip supremasi hukum dan konstitusi, kedua, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar,

ketiga, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia, keempat, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, yang menjamin persamaan setiap warga Negara dalam hukum, dan kelima jaminan keadilan bagi setiap orang, termasuk

*) Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

1 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 berbunyi: Negara Indonesia adalah Negara hukum.

terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Satu hal yang perlu dicatat pula bahwa proses amandemen tersebut telah memungkinkan pula dilakukannya partisipasi public dalam perdebatan-perdebatan tentang konstitusi, yang sebelumnya selama beberapa dasawarsa seolah ditabukan. Hukum nasional yang demokratis setidaknya mempunyai karakter dan alur pikir sebagai berikut:

a. Hukum nasional dibuat sesuai dengan cita-cita bangsa, yakni masyarakat adil dan makmur berdasar falsafah negara.

b. Hukum nasional dirancang untuk mencapai tahap tertentu dari tujuan Negara sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945,

c. Hukum nasional harus menjaminintegrasi bangsa dan negarabaik teritori maupun ideologi, mengintegrasikan prinsip demokrasi dan nomokrasi, artinya pembangunan hokum harus mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat melalui prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel; dan berorientasi pada pembangunan keadilan sosial; dan menjamin hidupnya toleransi beragama yang berkeadaban.

Sebagai implementasi dari hal tersebut, maka hukum nasional, harus mengabdi kepada

kepentingan nasional, dan menjadi pilar demokrasi untuk tercapainya kesejahteraan rakyat dan secara sosiologis menjadi sarana untuk tercapainya keadilan dan ketertiban masyarakat. Tujuan dari hukum yang demokratis tidak saja hanya tercapainya keadilan, akan tetapi juga terciptanya ketertiban (order). Hukum harus berfungsi menciptakan keteraturan sebagai prasyarat untuk dapat memberikan perlindungan bagi rakyat dalam memperoleh keadilan, keteraturan dan ketenangan dan bukan untuk menyengsarakannya.Pembangunan hukum nasional yang demokratis, harus meminimalisisasi pemberlakuan dan penerapan norma yang justru menimbulkan ketidakadilan, karena penerapan praktik hukum yang demikian akan menimbulkan ketidakadilan baru. Pembangunan hukum adalah konsep yang berkesinambungan dan tidak pernah berhenti sehingga penegakan hukum tidak boleh mengabaikan keadaan dan dimensi waktu saat hukum itu ditetapkan dan berlaku. Selain tidak bijaksana, hal tersebut pada gilirannya akan berpotensi mengingkari kepastian hukum itu sendiri. Prinsip non-retroaktif itu sendiri telah digariskan di dalam Pasal 28 I

UUD NRI 1945 yaitu hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yangberlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Meskipun demikian, frasa yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun

mendapat kritik karena ada norma norma internasional, perkecualian terhadap prinsip non-retroaktif, yaitu kejahatan-kejahatan terhadap hakhak asasi manusia.

Perubahan UUD 1945 telah berimplikasi pada lahirnya banyak lembaga negara atau organ, baik lembaga utama (primary constitution organs) maupun lembaga pe dukung/penunjang (state auxiliary body/SAB). Peran auxiliaries bodies dibutuhkan untuk memperkuat pelaksanaan tugas pelayanan publik, penegakan hokum dan peradilan serta pembentukan dan perencanaan hukum. Namun demikian, maraknya kelahiran berbagai komisi-komisi negara saat ini perlu ditata dan dikaji ulang urgensi pembentukannya dan eksistensinya secara selektif agar benar-benar bermanfaat dan tidak membebani kinerja dan perekonomian nasional. Kaji ulang tersebut paling tidak mencakup:

a. tingkat kepercayaan keberadaannya;

b. kadar urgensinya;

c. eksistensi dan kinerjanya; dan

d. efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugasnya.

Dengan demikian harus dilakukan tindak lanjut yang mencakup:

a. penguatan dan pemberdayaan SAB yang masih diperlukan;

b. pengintegrasian SAB yang tugas dan fungsinya tumpang tindih;

c. penghapusan atau penggabungan SAB yang tidak mempunyai urgensi dan eksistensi.

Saat ini pun tata hubungan dan tata kelola lembaga-lembaga utama maupun penunjang tersebut belum secara jelas diatur, sehingga mengakibatkan disharmoni, yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan, dan mengakibatkan konflik antar lembaga. Oleh karena itu tata hubungan antar lembaga negara perlu diatur secara tegas dalam perundang-undangan secara khusus. Salah satu persoalan mendasar, dalam membangun hukum nasional yang demokratis, adalah, bagaimana membuat sistem hukum yang kondusif bagi keberagaman subsistem, keberagaman substansi, pengembangan bidang-bidang hukum yang dibutuhkan masyarakat, juga kondusif bagi terciptanya kesadaran hokum masyarakat, dan kebebasan untuk melaksanakan hak-hak, dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang disusun melalui instrument perencanaan penyusunan undangundang yang dikenal dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas)2, yang pelaksana dari pihak Pemerintahnya dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).

ANALYSIS KONDISI INDONESIA SEKARANG

“ APAKAH INDONESIA MENCERMINKAN SITUASI YANG MENGANUT NEGARA HUKUM?? “

Sesuai penjelasan saya di atas maka,

Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hokum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tidakan telah sesuai atao tidak dengan ketentuan yang telah disepakati.

Negara hukum adalah suatu negara yang di dalam wilayahnya terdapat alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakan-tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hokum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku

Akan tetepi hal itu bertolak belakang dengan perilaku sikap yang ditunjukkan oleh para pejabat atau petinggi Negara banyak penyelewengan yang dilakukan sehingga sulit dikatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Contoh saja sekarang sekarang ini banyak kejadian korupsi, penggelapan uang, dan penyelewengan2 yang lain. Contoh yang lain kasus kapolri dan KPK mengapa kasus itu sampai berlarut larut padahal secara logika kapolri bertugas untuk menjaga keamanan Negara sedangkan kpk juga menjaga agar tidak terjadi korupsi atau penyelewengan tetapi sekarang mengapa Negara kita yang membutuhkan kapolri dan kpk untuk menjadi Negara yang kondusif, sekarang malah kapolri dan kpk berseteru dan mereka saling menyalahkan dan saling membenarkan dimana letak keadilan hokum?? Apa yang terjadi??

Kalo menurut saya memang secara tertulis Indonesia adalah Negara hokum akan tetapi secara penerapan Indonesia belom sampai pada tahap Negara hokum..